“Kisah Hikmah” Kyai dan Burung Beo

Ada pelajaran menarik dan sangat penting dari kisah Kyai dan Burung Beo, dan ini patut menjadi renungan untuk kita semua yang mengaku seorang muslim.

Kisah tentang seorang kyai dan burung beo sudah banyak tersebar, baik di medsos maupun di portal islam, dan ketika saya cari dari mana cerita ini bermuara, hasilnya nihil, saya tidak mendapati asal muasal kisah ini.

Tapi bukan itu point yang akan di sampaikan, point nya adalah, makna dari kisah yang di sampaikan tersebut, ibroh atau pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah tersebut, dan saya tidak menisbatkan kisah ini kepada hadist atau perkataan salafus shaleh.

Kyai dan Burung Beo

kisah kyai dan burung beo

Pada sebuah pesantren ada seorang kyai dengan beberapa santrinya, pada suatu waktu ada santrinya yang memberikan hadiah kepada sang Kyai, berupa seekor burung beo.

Hati Kyai senang dengan hadiah tersebut, dan kyai merawat burung beo tersebut dengan telaten, bahkan sang kyai mengajari burung beo tersebut dengan kalimat Tauhid “Laa Ilaha Ilallaah”.

Akhirnya burung beo tersebut mampu mengucapkan kalimat tauhid Laa Ilaha Ilallaah dengan lancar. Hari-hari berjalan seperti biasa dengan kicauan burung beo berupa kalimat tauhid.

Suatu hari, sang kyai mendengar burung beo tersebut berbunyi tidak dengan kalimat tauhid, tapi terdengar hanya suara “keek.. keek.. keeek..”.

Lalu pak Kyai mendatangi burung beo tersebut, Ternyata sang burung mati di terkam kucing.

Selepas kejadian tersebut, Pak Kyai selalu murung dan banyak mengurung diri di tempatnya.

Melihat hal tersebut, para santri menjadi kasihan melihat Pak Kyai, lalu para santri bersepakat untuk membelikan burung beo yang lebih bagus lagi agar pak Kyai kembali ceria dan tidak banyak mengurung diri.

Sebelum membeli burung beo tersebut, para santri mendatangi Pak Kyai untuk mengabarkan bahwa para santri akan memberikan burung beo yang lebih bagus.

Saat para santri berada di hadapan Pak kyai dan mengungkapkan hal tersebut, Pak Kyai dengan wajah pucat dan menangis, mengatakan kepada para santrinya.

“Bukan kematian burung beo yang membuat saya seperti ini”

“Burung hanyalah seekor binatang yang mempunyai masa ajal, sama seperti kita yang pasti akan menemui ajalnya masing masing, dan hal itu tidak layak menjadikan kita berduka dan bersedih berkepanjangan, karena hal itu bertentangan dengan iman kita kepada Qadha dan Qadar juga bertentangan dengan tauhid Rububiyah”.

“Yang saya takutkan dan sedihkan adalah, keadaan saat burung beo tersebut ketika mendapati ajalnya, padahal sehari-hari burung beo tersebut fasih mengucapkan kalimat Tauhid, tapi ketika ajal menjemput, hanya suara khasnya yang keluar”.

“Saya khawatir, keadaan burung beo tersebut terjadi kepada saya saat ajal datang menjemput”

“Betapa seringnya kalimat tauhid itu saya dzikirkan, setiap hari tidak pernah tertinggal keluar dari lisan ini kalimat Tauhid seperti burung beo tersebut”.

“Tapi apakah ada jaminan kalimat yang keluar dari lisan saya ini di terima oleh ALLAH Azza wa Jallaa? Sehingga saya tidak bisa mengucapkan kalimat tauhid ini ketika ajal menjemput”.

“Sungguh perkara itulah yang sangat saya takutkan”.

Mendengar penjelasan Pak Kyai, para santri menangis dan paham apa yang menjadi kekhawatiran sang guru”

Pelajaran Penting

Burung beo adalah binatang yang di ciptakan oleh ALLAH Azza wa Jallaa dengan kemampuan mengikuti suara layaknya manusia, tapi seperti halnya binatang pada umumnya, burung beo juga tidak mempunyai fikiran.

Jadi kalimat apapun yang keluar dari paruhnya hanya sebuah kicauan dan tidak bermakna sama sekali, alias kosong.

Begitu juga dengan lisan kita sebagai manusia, bisa saja yang keluar dari lisan kita tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam hati kita.

Dan ini sangat berbahaya, ketika kita mengucapkan kalimat Tauhid Laa Ilaha Ilallaah, tidak sejalan dengan yang ALLAH Azza wa Jallaa inginkan, maka konsekuensinya adalah tertolaknya keislaman kita.

Sebagai salah satu tanda tertolaknya atau tidak sinkronnya ucapan di mulut dengan hati adalah sulit mengucapkan Laa Ilaha Ilallaah saat ajal menjemput. Padahal ada hadist yang nenerangkan tentang masalah ini:

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الجَنَّةَ

”Barangsiapa yang akhir perkataannya adalah ‘laa ilaha ilallaah’, maka dia akan masuk surga” (HR. Abu Daud. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih no. 1621)

lalu pertanyaannya adalah, Bagaimana agar ikrar syahadat yang kita lakukan di terima oleh ALLAH Azza wa Jalla?

Kita harus tahu syarat dari kalimat agung ini, Alhamdulillaah sudah saya buatkan artikel lengkap tentang Aqidah yang salah satunya adalah membahas tentang syarat-syarat tauhid, silahkan anda baca: 7 Syarat Kalimat Tauhid Laa Ilaha Ilallaah.

Tauhid ini adalah pondasi awal atas keislaman kita, kalau pondasi kita kuat maka insya ALLAH amalan lainnya pun akan kuat dan mudah mudahan di terima oleh ALLAH Azza wa Jallaa.

Pesan penting dari kisah teladan ini adalah Wajibnya kita mempelajari aqidah dengan sumber Al’Quran dan Hadist sesuai pemahaman salafus shaleh dengan bersungguh sungguh dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari agar ikrar kalimat yang sudah kita ucapkan tidak kosong layaknya burung beo.

Wallahu A’lam

Bagikan:

Tinggalkan komentar