Hadits tentang pemimpin lengkap dan Ulil Amri, apa arti ulil amri dan siapa ulil amri yang wajib kita taati, bagaimana pemimpin yang zalim dan bagaimana jika kita menemui pemimpin zalim, simak ulasannya berikut.
Bahasan tentang pemimpin dan ulil amri seperti tidak ada habisnya, padahal para ulama terdahulu telah membahas tuntas tentang apa itu pemimpin yang di sebut dengan ulil amri yang wajib kita taat kepadanya dan pemimpin yang tidak layak di sebut ulil amri.
Daftar Isi
- Hadits Tentang Pemimpin dan Ulil Amri
- Hadits Tentang Taat Kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri
- Arti Ulil Amri dan Siapa Ulil Amri?
- Hadits Tentang Pemimpin Yang Zalim dan Kewajiban Taat Kepadanya
- Hadits Tentang Taat Kepada Pemimpin Walaupun Ia Budak
- Hadits Tentang Pemimpin yang Adil Lagi Bijaksana dan Keutamaannya
- Hadits Tentang Pemimpin Memikul Tanggung Jawab
- Hadits Tentang Pemimpin Wanita
- Hadits Tentang Pemimpin Yang Jahil dan Menyesatkan
- Hadits Tentang Pemimpin Kafir
- Apa Arti Ulil Amri Menurut Pendapat Al Mawardi
Hadits Tentang Pemimpin dan Ulil Amri
Tidak semua pemimpin disebut dengan ulil amri, dan bahasan ini akan kami tuliskan berdasarkan hadits sahih dan juga penjelasan ulama terdahulu atau salaf.
Hadits Tentang Taat Kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri
Dalam syariat Islam kita di perintahkan untuk taat kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri atau pemimpin, dalilnya terdapat didalam Ayat Al Quran surat An Nisa ayat 59, Allah ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” [QS. An Nisa : 59]
Kita wajib taat kepada pemimpin ulil amri selama perintahnya bukan dalam rangka bermaksiat kepada Allah atau perintahnya tidak menyelisihi hukum Allah.
Arti Ulil Amri dan Siapa Ulil Amri?
Lalu pertanyaannya adalah, apa arti ulil amri dan siapa ulil amri itu?, kita jawab pertanyaan ini dengan pendapat para Ulama salaf.
Ulil amri artinya adalah, mereka yang memiliki otoritas di suatu negeri untuk mengatur urusan umat, merekalah yang mengatur dan memegang kendali semua urusan umat. [lihat: Al-Mufradat, 25]
Siapa yang di sebut dengan Ulil Amri, apakah setiap pemerintah di suatu negeri bisa disebut dengan ulil amri?, kita simak pendapat para Ulama terdahulu berikut ini.
Imam Nawawi dalam Syarh Sahih Muslim berkata tentang arti ulil amri,
“Ulil amri yang dimaksud adalah orang-orang yang Allah ta’ala wajibkan untuk ditaati dari kalangan para penguasa dan pemimpin umat, inilah pendapat mayoritas ulama terdahulu dan sekarang yaitu dari kalangan ahli tafsir, fikih, dan selainnya.” [Syarh Shahih Muslim 12/222]
Dalam kitab Fathul Qadir Imam Asy-Syaukani mengatakan:
“Ulil amri adalah para imam, penguasa, hakim dan semua orang yang memiliki kekuasaan yang syar’i, bukan kekuasaan thaghut.” [Fathul Qadir, Asy-Syaukani, 1/556]
Ibnu Taimiyah juga menjelasakan makna ulil amri dalam Majmu Fatwa sebagai berikut.
“Ulil amri adalah pemegang dan pemilik kekuasaan. Mereka adalah orang-orang yang memerintah manusia. Perintah tersebut didukung oleh orang-orang yang memiliki kekuatan (ahli qudrah) dan ahli ilmu. Karena itulah, ulil amri terdiri atas dua kelompok manusia: ulama dan umara.
Bila mereka baik, manusia pun baik. Bila mereka buruk, manusia pun buruk. Hal ini seperti jawaban Abu Bakar Ash-Shiddiq kepada wanita dari bani Ahmas saat bertanya kepadanya, ‘Apa hal yang menjamin kami akan senantiasa berada di atas perkara (yang baik yang Allah datangkan setelah masa jahiliah) ini?’ Abu Bakar Ash-Shiddiq menjawab, ‘Kalian akan senantiasa di atas kebaikan (Islam ) tersebut selama para pemimpin kalian bertindak lurus.” [HR Al-Bukhari].
Dari penjelasan ulama di atas, ada 3 cakupan makna ulil amri yang di terangkan oleh para ulama dalam memaknai ulil amri,
- Ulil amri yang wajib ditaati adalah ulil amri dari kalangan orang-orang beriman.
- Ketaatan kepada ulil amri tidak mutlak, namun bersyarat. Yaitu selama bukan dalam perkara maksiat.
- Ulil amri yang tidak menjadikan syariat Islam sebagai hukum dalam pemerintahannya tidak wajib ditaati.
Terjawab oleh ketiga poin di atas, bahwa setiap pemimpin di suatu negeri tidak otomatis di sebut dengan ulil amri tapi hanya di sebut sebagai pemimpin saja dan konsekuensinya tidak wajib kita taati.
Bagaimana Kalau Kita Tidak Taat Kepada Pemimpin, bukankah akan terjadi kekacauan?
Ustadz Ansari taslim menjawab perbedaan taat kepada ulil amri dan patuh aturan,
Kata tha’at yg ada dalam nash wahyu terhadap pemimpin punya maksud tersendiri yang tidak sama dengan taat berarti patuh aturan yang dipahami orang-orang yang tidak mengerti fiqih.
“Taat adalah buah dari bai’at atau buah dari perelaan kekuasaan dari rakyat”
Sedangkan patuh aturan kepada pemimpin kafir tidaklah termasuk taat yang ada dalam nash, melainkan taat sementara secara parsial pada aturan-aturan yang memang mengandung maslahat. Ini tidak dinamakan taat yg dimaksud dalam fiqih siyasah.
Pemimpin kafir tetap harus diturunkan selagi mampu. Kalau belum mampu maka harus mencari jalan agar mampu, mempersiapkan semua cara yang efektif dan tidak memberikan loyalitas kepadanya, sebaik apapun dia.
Apalagi sampai mengatakan penjajah sebagai ulil amri adalah ungkapan dungu yang tak mengerti definisi terminologis.
“Kalau begitu apakah Israel menjadi sah sebagai waliyyul amri di tanah Palestina?…”
Kami harap kita mengerti dan menempatkan diri di pihak mana kita berdiri, apakah saat ini di indonesia presiden layak di sebut ulil amri yang di taati?.
Hadits Tentang Pemimpin Yang Zalim dan Kewajiban Taat Kepadanya
Hadits tentang pemimpin akhir zaman yang zalim dan kewajiban kita untuk tetap taat kepada pemimpin yang zalim tersebut terdapat dalam hadits riwayat Imam muslim:
« يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ ».
Artinya: “Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu, pen) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal, pen). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia. “
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”
Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.” [HR. Muslim]
Penjelasan hadits
Ini adalah salah satu ajaran islam dalam bermuamalah kepada pemimpin yang seharusnya di taati oleh kaum muslimin, di lain sisi hadits ini sebagai renungan kepada seorang yang di beri amanah memimpin agar tidak berlaku zalim.
Walaupun pemimpin tersebut mengambil harta kita dan juga menyiksa kita, maka syariat menuntun kita untuk selalu mendengar dan taat kepadanya.
Tapi mendengar dan taat disini hanya boleh dalam hal yang tidak bertentangan dengan syariat Islam atau bukan dalam rangka bermaksiat kepada Allah.
Contoh nyata dari kalangan Ulama terdahulu adalah Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah yang Beliau rahimahullah menyelisihi pemimpin dalam masalah aqidah (mengatakan AL Quran adalah mahluk) sampai beliau di penjara dan di siksa, tapi beliau masih taat kepada pemimpin zalim tersebut.
Hadits Tentang Taat Kepada Pemimpin Walaupun Ia Budak
Hadits yang menerangkan tentang siapapun pemimpin kita, walaupun ia adalah budak, maka kita harus mendengar dan taat kepadanya, berikut haditsnya riwayat Abu dawud dan At Tirmidzi.
أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ , وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكَ عَبْدٌ
Artinya: “Saya memberi wasiat kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah ‘azza wa jalla, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memerintah kalian seorang hamba sahaya (budak)”. [HR. Abu Daud dan At Tirmidzi]
Penjelasan Hadits
Semakna dengan hadits pertama, tentang taat kepada pemimpin, tapi dalam hadits ini kasusnya adalah pemimpin kita adalah seorang budak yang derajatnya lebih rendah dari manusia merdeka.
Perintah dari Nabi sallallahu alaihi wassalam adalah agar kita bertakwa dan mendengar juga taat kepada budak yang menjadi pemimpin tersebut.
Syaratnya ia muslim, tidak dalam rangka kemaksiatan dan ia menerapkan hukum syariat islam di dalam pemerintahannya.
Hadits Tentang Pemimpin yang Adil Lagi Bijaksana dan Keutamaannya
Hadits yang menerangkan tentang keutamaan pemimpin yang adil dan bijaksana serta keutamaannya adalah 2 hadits berikut.
ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ: الإِمَامُ العَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يَفْطُرَ وَدَعْوَةُ المَظْلُوْمِ.
Artinya: “Tiga doa yang tidak tertolak: Doa pemimpin yang adil, orang yang puasa hingga berbuka, dan doa orang yang dizhalimi” [HR At Tirmidzi dan Ibnu Majah].
Dan hadits riwayat Bukhari Muslim:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ حُسْنٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Artinya: “Tujuh orang yang akan dinaungi Allah pada hari yang tiada naungan selain naungan-Nya: Seorang imam (pemimpin) yang adil, Seorang pemuda yang menghabiskan masa mudanya dengan beribadah kepada Allah, Seorang yang hatinya selalu terkait dengan masjid, Dua orang yang saling mencintai karena Allah, berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah, Lelaki yang diajak seorang wanita yang cantik dan terpandang untuk berzina lantas ia berkata: “Sesungguhnya aku takut kepada Allah”, Seorang yang menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang di sedekah kan oleh tangan kanannya, Seorang yang berdzikir kepada Allah seorang diri hingga menetes air matanya.” [HR Bukhari Muslim]
Penjelasan hadits
Sangat jelas bahwa pemimpin yang adil, baik dan bijaksana memiliki banyak sekali fadhilah atau keuntungan, dan dalam hadits ini di terangkan akan mendapatkan naungan pada hari kiamat dan doa mereka akan mudah untuk dikabulkan Allah.
Keutamaan imam atau pemimpin yang adil menurut sahabat dan ulama:
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata,”Amal seorang imam yang adil terhadap rakyatnya sehari, lebih utama daripada ibadah seorang ahli ibadah di tengah keluarganya selama seratus atau lima puluh tahun.
” Qeis bin Sa’ad berkata,”Sehari bagi imam yang adil, lebih baik daripada ibadah seseorang di rumahnya selama enam puluh tahun.
” Masruq berkata,”Andaikata aku memutuskan hukum dengan hak sehari. maka itu lebih aku sukai daripada aku berperang setahun fi sabilillah.”
Hadits Tentang Pemimpin Memikul Tanggung Jawab
Hadits tentang pemimpin memikul tanggung jawab yang di pimpinnya adalah hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar sebagai berikut:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Aku mendengar Rasulullah sallallahu alaihi wassalam bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.” [HR Bukhari dan Muslim].
Penjelasan hadits
Dari hadits di atas sangat jelas bahwa pemimpin apapun itu dan siapapun yang menjadi pemimpin, maka kelak akan di mintai pertanggung jawaban atas bawahannya.
Jangan membebani bawahan, rakyat, istri dengan beban yang tidak sanggup dipikulnya dan berlaku adil kepada orang yang kita pimpin, adil terhadap istri istrinya bagi suami yang berpoligami dll.
Hadits Tentang Pemimpin Wanita
Sebelum menuliskan hadits tentang pemimpin wanita, kami tuliskan terlebih dahulu ayat Al Quran yang menerangkan bahwa kaum lelaki adalah pemimpin bagi wanita
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita” [An Nisa ayat 34]
Kita simak pendapat para Ulama ahli tafsir tentang tafsir ayat di atas.
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan bahwa maksud ’qowwamuna’ dalam ayat ini: laki-laki seharusnya yang menjadi pemimpin bagi wanita. [Fathul Qodir pada tafsir surat An Nisaa’ ayat 34]
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim juga mengatakan mengenai ’ar rijaalu qowwamuna ’alan nisaa’, maksudnya adalah laki-laki sebagi pemimpin wanita. [Ad Darul Mantsur, Jalaluddin As Suyuthi]
Berikut adalah hadits yang berkaitan tentang tidak akan bahagia jika memilih pemimpin dari kaum wanita.
لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ « لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً »
Artinya: “Tatkala ada berita sampai kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisro (gelar raja Persia dahulu) menjadi raja, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda, ”Tidak akan bahagia suatu kaum apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita”. ” [HR. Bukhari no. 4425]
Penjelasan hadits
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Laki-lakilah yang seharusnya mengurusi kaum wanita. Karena laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, sebagai hakim bagi mereka dan laki-lakilah yang meluruskan wanita jika menyimpang dari kebenaran. Lalu ayat (yang artinya), ’Allah melebihkan sebagian mereka dari yang lain’, maksudnya adalah Allah melebihkan kaum pria dari wanita.
Hal ini disebabkan karena laki-laki adalah lebih utama dari wanita dan lebih baik dari wanita. Oleh karena itu, kenabian hanya khusus diberikan pada laki-laki, begitu pula dengan kerajaan yang megah diberikan pada laki-laki.
Maka wanita dalam syariat islam tidak layak dan tidak tepat untuk memimpin kaum laki laki.
Hadits Tentang Pemimpin Yang Jahil dan Menyesatkan
Dalam hadits Tsauban Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia bersabda:
إِنَّ مِمَّا أَتَخَوَّفُ عَلَى أُمَّتِي أَئِمَّةً مُضِلِّينَ
Artinya: “Sesungguhnya, yang paling aku khawatirkan atas dirimu ialah imam-imam yang menyesatkan”.[Ibnu Majah dan At-Tirmidzi]
Dan di dalam kitab sahih bukhari disebutkan, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Artinya: “Sesungguhnya, Allah tidak mengangkat ilmu sekaligus dari umat manusia, namun Allah mengangkatnya dengan mewafatkan para ulama. Sehingga apabila tidak lagi tersisa seorang pun ulama, manusia mengangkat orang-orang jahil sebagai pemimpin. Ketika ditanya, mereka mengeluarkan fatwa tanpa dasar ilmu. Akhirnya mereka sesat lagi menyesatkan” [HR Bukhari].
Penjelasan hadits
Imam ath-Thurthûsyi rahimahullah berkata,”renungkan hadits ini baik-baik. karena sesungguhnya, musibah yang menimpa manusia bukan karena ulama, tapi apabila para ulama telah wafat, pada saat itulah orang-orang jahil mengeluarkan fatwa atas dasar kejahilannya, saat itulah musibah menimpa manusia.” Ia melanjutkan perkataannya:
“Umar Ibnul-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu telah menerangkan maksud tersebut. Dia berkata,’Seorang yang amanat tidak akan berkhianat. Hanya saja pengkhianat diberi amanat, lantas wajar saja kalau ia berkhianat’.”
Dari keterangan di atas bahwa pemimpin yang jahil dan menyessatkan karena di pilih juga oleh orang jahil sebabnya karena meninggalnya ulama sehingga kejahilan merajalela.
Hadits Tentang Pemimpin Kafir
بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةً عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
Artinya: “Kami berbaiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk selalu mendengar dan taat kepada pemimpin, baik dalam suka maupun benci, sulitan maupun mudah, dan beliau juga menandaskan kepada kami untuk tidak mencabut suatu urusan dari ahlinya kecuali jika kalian melihat kekufuran secara nyata dan memiliki bukti yang kuat dari Allah.” [Muttafaq ‘alaih].
Penjelasan hadits
Hadits di atas berbicara tentang masalah kepemimpinan, dan di jelaskan bahwa kita di larang memberontak kepada pemimpin yang sah (ulil Amri), tapi jika pemimpin itu kufur atau murtad dan kita tahu secara nyata kemurtadan tersebut dan siap mempertanggung jawabkan di hadapan Allah maka tidak mengapa untuk melengserkannya.
Tentu tidak sembarangan memberontak, ada ketentuan ketentuan lainnya yang harus di penuhi, dan tidak akan kami bahasa disini.
Intinya jika pemimpin yang tadinya muslim lalu murtad menjadi kafir layak untuk di ganti, maka itu berarti haram hukumnya memilih pemimpin kafir, sebagaimana dalam Al Quran surat An Nisa ayat 141.
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
Artinya: “Allah tidak akan memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai kaum mukminin.” (QS. an-Nisa: 141).
Al-Qadhi Ibnul Arabi mengatakan menjelaskan maksud ayat ini, “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak akan menjadikan orang kafir untuk menguasai kaum mukminin secara aturan syariat. Jika itu terjadi, berarti menyimpang dari aturan syariat. [Ahkam al-Quran, 1/641].
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّخِذُوا۟ بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا۟ مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ ٱلْبَغْضَآءُ مِنْ أَفْوَٰهِهِمْ وَمَا تُخْفِى صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ ٱلْءَايَٰتِ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. [Ali Imron ayat 118]
Al-Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya tentang ayat diatas bahwa, Allah melarang kaum muslimin, berdasarkan ayat ini untuk memilih orang kafir, orang yahudi, dan pengikut aliran sesat untuk dijadikan sebagai orang dekat, orang kepercayaan. Menyerahkan segala saran dan pemikiran kepada mereka dan menyerahkan urusan kepada mereka (memimpin). [Tafsir al-Qurthubi, 4/179].
Apa Arti Ulil Amri Menurut Pendapat Al Mawardi
Al-Mawardi rahimahullah dalam kitab al-Ahkâm ash-Shulthaniyah menyebutkan bahwa ulil amri atau pemimpin harus memiliki beberapa kriteria seperti berikut:
- Mampu berbuat adil dengan segala keputusan dan ketentuannya.
- Memiliki Ilmu yang bisa mengantar kepada ijtihad dalam menetapkan permasalahan kontemporer dan hukum-hukum syariat.
- Sehat jasmani, berupa pendengaran, penglihatan dan lisan, agar ia dapat langsung menangani tugas kepemimpinan.
- Mempunyai fisik normal atau tidak cacat, yang tidak menghalanginya untuk bergerak dan bereaksi.
- Mempunyai kebijaksanaan, yang bisa digunakan untuk mengurus rakyat dan mengatur kepentingan negara.
- Mempunyai keberanian, yang bisa digunakan untuk melindungi wilayah dan memerangi musuh.
Demikian bahasan hadits dan ayat tentang pemimpin dan penjelasan seputar ulil amri, semoga bisa di pahami dan semoga negara kita bisa menjadi negara yang berhukum dengan hukum Allah sehingga pemimpinnya layak di sebut sebagai Ulil Amri dan kita taati. Wallahu a’lam.
Baca Juga:
- Hadits Tentang Ahlul Bait Yang Shahih dan Penjelasan Ulama
- Hadits Tentang Berbohong